Di ASEAN-EU Meeting, Indonesia Sesalkan Resolusi Kelapa Sawit Uni Eropa

By Admin

nusakini.com--Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Jose Tavares, sebagai Ketua Delegasi RI pada Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi antara ASEAN dan Uni Eropa (UE) (ASEAN-European Union Senior Officials' Meeting/SOM) di Bangkok, Thailand (5-6/7) menegaskan bahwa isu minyak kelapa sawit (palm oil) harus dibahas secara lebih komprehensif. 

Indonesia sangat menyayangkan adanya Resolusi Parlemen Eropa 2016/2222 mengenai Palm Oil and Deforestation of Rainforests yang bersikap diskriminatif terhadap kelapa sawit dengan menganggapnya sebagai kontributor terbesar deforestasi. Resolusi yang juga meminta Komisi Eropa mengambil langkah menghentikan penggunaan minyak kelapa sawit sebelum tahun 2020 ini, didasarkan pada data yang kurang akurat dan akuntabel. 

Dubes Tavares juga mengutip pernyataan Chairman's Statement of the 30th ASEAN Summit, April 2017, yang dalam salah satu bagiannya juga sangat menyayangkan Resolusi Parlemen UE tersebut. Resolusi tersebut, menurut Tavares, tidak membantu upaya untuk membahas secara komprehensif masalah deforestasi dan di sisi lainnya resolusi ini merugikan industri serta masyarakat yang menggantungkan perekonomiannya pada produksi kelapa sawit. 

"UE sendiri pada tahun 2013 telah mengeluarkan kajian bahwa kelapa sawit menyumbang 2,3% deforestasi, sementara livestock grazing malah menyumbang 24,26% dan pertanian kedelai menyumbang 5,4%," paparnya. 

Lebih lanjut, Indonesia menegaskan bahwa dari penelitian beberapa lembaga seperti GPS (Green Palm Sustainability) dan EPOA (European Palm Oil Alliance) mengenai efisiensi produksi, kelapa sawit malah terbukti memiliki efisiensi tertinggi produksi vegetable oils dibanding tanaman lainnya, seperti rapeseed, bunga matahari dan kedelai. 

Oleh karenanya, pada kesempatan tersebut, Indonesia menginginkan agar UE dapat membahas isu kelapa sawit secara lebih berimbang, lebih komprehensif dan tidak diskriminatif. Ke depannya, UE diharapkan juga dapat mengakui sustainable palm oil schemes, termasuk ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). 

Sementara itu, Indonesia juga menyampaikan intervensi dan pandangan lainnya pada agenda penanganan kejahatan lintas negara dan terorisme. "Kita masih menghadapi ancaman kejahatan lintas negara dan terorisme di kawasan ini. Untuk menghadapinya, kita perlu terus memperkuat kerja sama regional serta multilateral," ujar Dubes Tavares. 

Indonesia memandang telah cukup banyak instrumen dan mekanisme ASEAN maupun UE untuk menghadapi tantangan tersebut, namun belum berjalan secara efektif. "Aksi terorisme masih terus terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di wilayah ini. Kelompok teroris juga terus memperkuat "soft power"-nya melalui penyebaran paham radikal dan teror melalui media sosial," kata Tavares. 

Indonesia mengusulkan penguatan kerja sama ASEAN-UE, misalnya melalui kemungkinan pembentukan "hotline communication" antar pejabat berwenang, kerja sama tukar menukar informasi intelijen, deradikalisasi dan peningkatan kapasitas aparat terkait. 

Dalam isu ancaman kejahatan lintas negara, Indonesia juga menyampaikan pandangannya terkait kejahatan penyelundupan dan penggunaan narkotika serta obat terlarang (narkoba), perompakan di laut serta kejahatan siber. 

"Serangan WannaCry Ransomware dan Petya Malware baru-baru ini, harus menyadarkan kita akan perkembangan kejahatan siber dan kaitannya dengan kejahatan lintas negara lainnya. Kita perlu perkuat kerja sama ASEAN dan UE dengan program kegiatan yang kongkrit," pungkas Tavares. 

Pertemuan ASEAN-UE SOM kali ini dipimpin bersama oleh UE dan Thailand selaku Country Coordinator kerja sama kemitraan ASEAN-UE (2015-2018), serta dihadiri oleh seluruh perwakilan dari negara anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN. Pertemuan membahas berbagai hal termasuk tantangan yang dihadapi kedua kawasan dewasa ini, situasi regional dan global, serta upaya penguatan kerja sama ASEAN-UE bagi kemakmuran bersama. 

Kerja sama ASEAN-UE telah dimulai semenjak tahun 1972. UE secara resmi menjadi Mitra Wicara (Dialogue Partner) ASEAN pada tahun 1977. Pada tahun 2017 ini, ASEAN dan UE memperingati kerja sama kemitraan mereka yang telah mencapai usia 40 tahun, di samping merayakan pula 50 tahun ASEAN dan 60 tahun UE (Treaty of Rome). 

Kerja sama ASEAN dan UE telah berkembang di berbagai bidang dan saat ini berada pada level enhanced partnership. Selama tahun 2016-2022 misalnya, telah terdapat beberapa komitmen kerja sama melalui alokasi pendanaan UE untuk beberapa program, diantaranya adalah ASEAN Regional Integration Support by the EU (ARISE Plus) 2016-2022 sebesar 40 juta euro, Sustainable use of Peat Lands and Haze Mitigation in ASEAN (SUPA) 2016-2019 sebesar 20 juta euro, dan Enhanced Regional EU-ASEAN Dialogue Instrument (E-READI) 2016-2019 sebesar 20 juta euro.(p/ab)